PENERAPAN TEORI PRECEDE DAN PROCEED TERJADINYA MASALAH BERAT BADAN LAHIR RENDAH PADA IBU HAMIL

 



TUGAS PROMOSI KESEHATAN

PENERAPAN TEORI PRECEDE DAN PROCEED

TERJADINYA MASALAH BERAT BADAN LAHIR RENDAH

PADA IBU HAMIL

oleh

SRI RAHAYU SULEMAN

811421062

Mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat Kelas C

Universitas Negeri Gorontalo

Dosen Pengampu : Ramli Abudi,S.Psi,.M.Kes

 

Model precede-proceed merupakan model perencanaan program Kesehatan berbasis penilaian kebutuhan masyarakat ditujukan untuk perubahan perilaku dengan mempertimbangkan factor predisposisi, penguat dan pendukung.  Model precede-proceed ini memungkinkan suatu struktur komprehensif untuk menilai tingkat kesehatan, kebutuhan kualitas kehidupan dan untuk merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi promosi kesehatan dan program kesehatan public lainnya. Preceed yang merupakan akronim dari “predisposing, reinforcing, and enabling causes in educational diagnosis and evaluation”, menggambarkan perencanaan proses diagnosis untuk membantu perkembangan program kesehatan atau edukasi kesehatan. Procede yang merupakan akronim untuk “Policy, Regulatory, Organizational Construct, In Educational and Enviromental Development”, mendampingi proses implementasi dan evaluasi dari program atau intervensi yang telah dirancang menggunakan preceed. Model precede-proceed mengatur perhatian pertama edukator kesehatan pada outcome 

memulai proses perencananaan edukasi kesehatan dengan melihat outcome yang diinginkan, dalam hal ini berupa kualitas hidup yang bMasa hamil adalah masa dimana seorang wanita memerlukan berbagai unsur gizi yang jauh lebih  banyak daripada yang diperlukan dalam keadaan biasa. Ibu hamil memiliki kebutuhan makanan yang berbeda dengan ibu yang tidak hamil, karena ada janin yang tumbuh dirahimnya. Rendahnya asupan gizi dan status gizi ibu hamil selama kehamilan dapat mengakibatkan berbagai dampak tidak baik bagi ibu dan bayi. Kekurangan gizi akan menyebabkan masalah gizi buruk, kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian.  

Berat badan lahir rendah (BBLR) di Indonesia masih tinggi. 11 dari 100 ibu yang melahirkan di Indonesia mengalami anak lahir hidup dengan kejadian BBLR. Kejadian tersebut memiliki risiko tinggi mengalami morbiditas, kecacatan bahkan mortalitas pada hidup mereka apabila tidak dilakukan upaya pencegahan secara serius. Usia ibu hamil diduga menjadi salah satu faktor penyebab dan masyarakat bahkan petugas kesehatan selalu mengatakan umur ibu saat mengandung berhubungan dengan kejadian BBLR. Masalah Berat badan lahir rendah (BBLR) sering dialami pada berbagai Negara terutama pada Negara berkembang. Angka insidensi dari BBLR didunia adalah 15.5% . Prevalensi BBLR tertinggi didunia berada pada asia selatan sebesar 47%. Sementara pada tahun 2018 BBLR di Indonesia sebesar 6.2% dan provinsi Kalimantan Timur berada pada peringkat ketujuh dengan kejadian BBLR terbanyak sebesar 7.13%. Pada tahun 2020 dari 100 ibu yang melahirkan di Indonesia terdapat 11 anak lahir hidup dengan kejadian BBLR.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menjelaskan bahwa bayi yang baru lahir apabila memiliki berat badan < 2500 gram maka dikelompokkan menjadi BBLR tanpa melihat dari lama usia kehamilan. 60-80% kasus BBLR menjadi penyebab kematian bayi. Ketika seorang bayi mengalami BBLR maka akan mempengaruhi kelangsungan hidup dari masa perinatal hingga dewasa seperti mengalami risiko tinggi dalam kesakitan, kematian dan kecacatan. Beberapa penyakit yang telah dilaporkan pada anak dengan BBLR seperti gangguan defisi perhatian/hiperaktif, hipertensi, cardiovaskuler, obesitas dan juga diabetes mellitus tipe-2.

1.    SOCIAL ASSESSSMENT

Usia reproduksi optimal bagi wanita adalah 20-35 tahun, di bawah dan di atas usia itu dapat meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan, karena sebelum usia 20 tahun perkembangan organ reproduksi belum optimal, kurang matang secara psikologis dan emosional. Hal ini menyebabkan komplikasi yang lebih umum selama kehamilan. Di sisi lain, usia 35 tahun terjadi penurunan umum dalam fungsi fisiologis dan reproduksi. Hal itu mengakibatkan perkembangan janin kurang optimal dan bayi BBLR. Ketika ibu hamil berusia > 35 tahun maka semakin besar risko mengalami persalinan premature (< 37 minggu) yang mengakibatkan terjadinya BBLR pada bayi. Penelitian di Swedia memperkuat penelitian yang menyatakan bahwa wanita yang hamil pada usia lanjut dapat meningkatkan risiko kelahiran premature (OR 1.18-1.28 pada usia 30-34 tahun, OR 1.59-1.70 pada usia 35-39 tahun dan 1.97-2.40 pada usia ≥ 40 tahun.

2.    EPIDEMIOLOGYCAL ASSESSMENT

Faktor yang paling mendasar yaitu faktor usia. Usia ibu hamil diduga menjadi salah satu faktor penyebab dan masyarakat bahkan petugas kesehatan selalu mengatakan umur ibu pada saat mengandung berhubungan dengan BBLR. Semakin tinggi usia ibu hamil maka semakin besar risiko melahirkan bayi dengan BBLR. Selain itu, Penyakit diabetes mellitus dan hipertiroid Juga merupakan penyebab terjadinya premature. Ibu hamil memiliki penyakit diabetes yang menghalangi insulin ibu mencapai janin, sehingga kadar gula ibu akan mempengaruhi kadar gula bayi. Kemungkinan komplikasi janin dari diabetes gestasional adalah aborsi spontan, lahir mati, kematian intrauterin, kematian neonatus, hipoglikemia, dan komplikasi lainnya. Jika seorang ibu hamil kekurangan gizi, maka akan mempengaruhi perkembangan janin yang dikandungnya, sehingga mempengaruhi kelahiran bayi dengan BBLR. Pemeriksaan tetraiodohyronin (T4) dan thyroidstimulating hormone (TSH) diperlukan untuk menunjang dalam menegakkan diagnosis apakah terjadi hipertiroid atau tidak. Akibat ketidakseimbangan hormone diusia > 35 tahun, kemungkinan untuk mengalami bayi kembar cukup besar dibanding usia muda. Seiring bertambahnya usia wanita, tingkat hormon Folicle Stimulating Hormone (FSH) meningkat. FSH mengatur perkembangan ovum di ovarium. Seiring bertambahnya usia pada perempuan, mereka membutuhkan kadar FSH yang lebih banyak karena pada ovum memerlukan rangsangan yang lebih untuk tumbuh daripada perempuan yang lebih muda Komplikasi umum BBLR pada bayi adalah kurangnya jaringan adiposa subkutan, tubuh lebih lebar dari berat badan, dan operasi yang tidak memadai.

Komplikasi lainnya antara lain hipoksia, gangguan pencernaan, hiperbilirubinemia, defisiensi vitamin K, ginjal yang belum matang secara anatomis dan fungsional, rentan terhadap perdarahan dari pembuluh darah yang rapuh, gangguan imun, dikarenakan kadar IgG globulin yang rendah dengan ibu hamil yang menderita KEK yang menyebabkan volume darah dalam tubuh ibu menurun dan cardiac output ibu hamil tidak cukup, sehingga meyebabkan adanya penurunan aliran darah ke plasenta. Menurunya aliran darah ke plasenta menyebabkan dua hal yaitu  berkurangnya transfer zat-zat makanan dari ibu ke plasenta yang dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan janin dan pertumbuhan plasenta lebih kecil yang menyebabkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).  

3.    BEHAVIOR AND ENVIRONMENT ASSESSMENT

Perilaku ibu selama hamil dapat mempengaruhi kondisi bayi lahir dengan berat badan lahir rendah. Perilaku yang baik selama kehamilan akan menghasilkan yang baik juga. Ibu yang berperilaku untuk menjaga kehamilan dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan bervariasi serta memeriksakan kehamilannya akan lebih memungkinkan untuk melahirkan bayi dengan berat badan bayi normal. Hasil penelitain menunjukkan bahwa selama hamil ibu yang memilki anak dengan berat badan lahir rendah terpapar dengan asap rokok, baik dari suami sendiri atau orang lain dilingkungan rumah tersebut. Hal tersebut tidak bisa dicegah oleh ibu sebab sudah menjadi kebiasaan oleh suaminya untuk merokok dan perilaku tersebut tidak bisa dihindari oleh si ibu. Rendahnya dukungan keluarga terkait dengan masalah ekonomi membuat ibu tidak bisa memeriksakan kehamilannya kefasilitas kesehatan bahkan adanya kepercayaan ibu selama hamil untuk bekerja keras selama hamil dapat membuat ibu bersalin dengan normal. Sementara dari 19 ibu yang berperilaku kurang baik ditemukan 8 bayi lahir dengan berat badan normal (16,7%). Hal tersebut erat kaitannya dengan pengetahuan ibu selama hamil yang mempengaruhi tindakannya, yaitu menjaga pola makan walaupun ibu terpapar asap rokok, namun sebisa mungkin ibu menghindari paparan tersebut. Perilaku yang baik dalam pencegahan berat bayi lahir rendah akan menghasilkan bayi yang dilahirkan dengan keadaan berat badan normal karena ibu hamil yang berperilaku baik dalam mencegah berat badan lahir rendah pada bayinya akan mengupayakan berbagai tindakan agar bayi yang hendak dilahirkannya memiliki berat badan yang normal.

 Perilaku yang baik selama hamil akan mempengaruhi kesehatan janin yang dikandungnya. Hal tersebut dapat dilihat dari 29 orang (60,4%) perilaku ibu baik dengan melahirkan bayi normal  sebanyak 27 orang (56,3%). Data tersebut menunjukkan bahwa semakin baik perilaku ibu dalam menjaga kehamilannya maka anak yang dilahirkannya akan sehat dan terhindar dari masalah berat badan lahir rendah. Sementara dari 29 orang (60,4%) yang berperilaku baik namun ada 2 orang (4,2%) yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku ibu baik, terkait dengan kognitip, apektif dan psikomotorik dalam menjaga kehamilannya namun jika orang-orang sekitarnya tidak peduli dalam menjaga kehamilan si istri, maka berat badan anak bisa lahir rendah. Ibu hamil sangat resisten terhadap tekanan dan sensitif terhadap perilaku orang sekitarnya, sehingga adanya anggapan ibu yang merasa ia kurang diperhatikan menyebabkan ibu tidak mau makan, karena takut mual, malas memeriksan kehamilan, sehingga bisa saja terjadi berat badan lahir rendah.

4.    EDUCATIONAL AND ENVIRONMENT ASSESSMENT

Tingkat pendidikan menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh.    Tingkat pendidikan ibu hamil akan mempengaruhi perilaku ibu hamil. Pendidikan diperlukan untuk memperoleh informasi, dalam hal ini adalah informasi kesehatan.Seorang ibu yang memiliki pendidikan tinggi akan lebih terbuka pemahamannya dan penerimaannya terhadap informasi yang ada. Pendidikan juga kerap kali dikaitkan dengan keinginan untuk mencari berbagai sumber yang hendak atau ingin diketahuinya apalagi yang berkaitan dengan dirinya sendiri. Sehingga ibu dengan pendidikan tinggi lebih berpotensi untuk berperilaku mencegah terjadinya berat badan lahir rendah pada bayi yang dikandungnya.  

5.    ADMINISTRATIVE AND POLICY ASSESSMENT

Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 angka kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia mencapai 6,2%. Provinsi Sulawesi Tengah menduduki peringkat pertama kejadian BBLR yaitu 8,9%, sedangkan provinsi yang memiliki persentase angka kejadian BBLR paling rendah adalah Provinsi Jambi (2,6%) (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Statistik, Kesehatan, & USAID, 2018) Oleh karena itu, perlu adanya upaya pencegahan serta pengendalian BBLR, upaya ini bisa dilakukan dengan beberapa upaya yaitu memberikan pendidikan kesehatan yang cukup mengenai BBLR kepada ibu hamil. Selain itu, dapat juga melakukan pengawasan dan pemantauan, kemudian melakukan upaya pencegahan hipotermia pada bayi serta membantu mencapai pertumbuhan normal. Adapun upaya lainnya seperti, melakukan terapi tanpa biaya yang dapat dilakukan oleh ibu, mengukur status gizi ibu hamil, melakukan perhitungan dan persiapan langkah–langkah dalam kesehatan (Antenatal Care), serta melakukan pemantauan terhadap kondisi bayi sejak dalam kandungan yang telah mengalami retardasi pertumbuhan interauterin. Dengan demikian, bila upaya pencegahan serta pengendalian BBLR dapat terlaksana dengan baik, maka keberhasilan dalam peningkatan berat badan bayi akan terealisasi, begitu pula tingkat pengetahuan ibu baik dalam mengatur jarak kehamilan hingga mengetahui usia-usia yang tidak aman untuk menjalani kehamilan  dan persalinan serta pemberian nutrisi yang dimulai dari semasa dalam kandungan hingga beranjak menuju usia 2 tahun, menjaga kesehatan diri serta sang buah hati, dan selalu memperhatikan kebersihan yang berada disekitar. Dengan demikian, seiring berjalannya waktu penurunan angka BBLR di Indonesia akan terjadi bila masyarakat mampu menerapkan langkah-langkah pencegahan serta pengendalian BBLR pada bayi.

6.    IMPLEMENTATION

1)    membuat kegiatan penyuluhan pada ibu hamil dan pelaksanaan kelas ibu hamil dengan menggunakan sarana yang memadai seperti pamflet ataupun alat peraga lain yang dapat membantu mempermudah penyerapan informasi pada ibu hamil.

2)    membuat kebijakan terkait dengan pemberian Vitamin C yang bersamaan dengan tablet Fe saat ibu melakukan kunjungan antental.

3)    melakukan penyuluhan mengenai program kesehatan ibu dan anak yang berasal dari Kementerian Kesehatan pada kegiatan-kegiatan rutin di Puskesmas maupun Pemerintah Daerah, sehingga meningkatkan jumlah kunjungan ibu hamil maupun ibu melahirkan di fasilitas pelayanan pelayanan kesehatan.

4)    melakukan monitoring dan supervisi terhadap pelaksanaan posyandu dan menyediakan tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan antenatal pada ibu hamil selama pelaksanaan posyandu tersebut, sehingga ibu hamil dapat dengan mudah mendapatkan pelayanan ANC tiap bulannya dan diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan antenatal ibu hamil. Selain itu juga, dapat dilakukannya kunjungan ke rumah ibu hamil oleh tenaga kesehatan, bila ibu tidak memungkinkan untuk datang ke pelayanan.

7.    EVALUATION

Mengingat dampak dari BBLR, maka pasangan usia subur lebih ditekankan dalam membuat perencanaan kehamilan sebelum  berusia ≥ 35 tahun untuk mencegah melahirkan bayi dengan BBLR (20). Temuan ini akan berguna bagi para dokter, bidan dan wanita dalam memutuskan waktu kehamilan dengan memperhatikan faktor usia.Ibu hamil berusia ≥ 35 tahun memiliki peningkatan risiko melahirkan bayi dengan BBLR dibanding dengan usia 20-34 tahun. Saat seorang wanita telah memasuki usia ≥ 35 tahun maka wanita itu akan mengalami degeneratif pada sel-sel reproduksinya. Diperlukan perhatian khusus ketika wanita hamil dengan usia ≥ 35 tahun untuk mencegah terjadinya BBLR.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penerapan Teori Taksonomi Bloom Terhadap Perilaku Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan yang Sehat

APLIKASI TEORI HBM (HEALTH BELIEF MODEL) DALAM KASUS PENYADARAN AKAN PENTINGNYA MENJAGA KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA

DIFUSI INOVASI KESEHATAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM JAMBAN ARUM (ANTAR KE RUMAH)